KPI Tak Perlu Batasi Jumlah Episode Sinetron

KPI Tak Perlu Batasi Jumlah Episode Sinetron

Jakarta, Ruaskabar.com – Pengamat sekaligus akademisi bidang media dan jurnalisme dari Universitas Padjadjaran, Dadang Rahmat Hidayat, berpendapat bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak perlu memiliki kewenangan untuk membatasi jumlah episode sinetron. Menurutnya, yang lebih penting adalah menjaga agar konten siaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Dalam hal pembatasan jumlah episode, saya kira tidak perlu. Yang penting, siaran tersebut mematuhi ketentuan-ketentuan yang ada, seperti tidak melanggar kesopanan dan etika," ujar Dadang Rahmat Hidayat.

Dadang menjelaskan bahwa pembatasan oleh KPI sebaiknya difokuskan pada konten siaran itu sendiri. Baginya, jika konten berkualitas, tidak perlu dibatasi jumlah episodenya. Dia juga menyoroti mekanisme pasar dan permintaan masyarakat yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan suatu program.

"Saya rasa pembatasan jumlah episode bisa lebih berkaitan dengan aspek ekonomi atau teknis produksi, bukan sekadar isi siarannya," tambahnya.

Dalam konteks layanan over-the-top (OTT), Dadang menegaskan bahwa jumlah episode serial mungkin tidak sebanyak sinetron karena pertimbangan ekonomi yang berbeda.

Sebelumnya, KPI Pusat menyatakan bahwa pembatasan jumlah episode sinetron akan bergantung pada hasil revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Namun, Tulus Santoso dari KPI Pusat mengungkapkan bahwa keputusan tersebut akan didasarkan pada masukan dari masyarakat.

"Masyarakat membutuhkan pembatasan jumlah episode sinetron? Jika ya, maka KPI siap menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan hasil revisi UU Penyiaran," kata Tulus.

Meskipun demikian, Tulus mengakui bahwa mengatur pembatasan jumlah episode sinetron tidaklah mudah, terutama karena sinetron dengan ratusan atau ribuan episode masih memiliki daya tarik bagi sebagian masyarakat.

Perdebatan tentang regulasi isi siaran menjadi isu sentral dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Abdul Kharis Almasyhari dari Komisi I DPR RI menekankan pentingnya mengatur isi siaran untuk seluruh bentuk media penyiaran.

Pendapat Dadang Rahmat Hidayat menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara regulasi dan kebutuhan pasar serta keinginan masyarakat dalam mengatur konten siaran di Indonesia.

Kontroversi seputar revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran semakin memanas dengan berbagai pandangan dari berbagai pihak. Perspektif Dadang Rahmat Hidayat, seorang pengamat media dan jurnalisme dari Universitas Padjadjaran, menyoroti pentingnya menjaga fleksibilitas dalam konten siaran, sementara legislator seperti Abdul Kharis Almasyhari dari Komisi I DPR RI menggarisbawahi perlunya regulasi yang kuat untuk mengatur isi siaran.

Dalam konteks pembatasan jumlah episode sinetron, Dadang Rahmat Hidayat menekankan bahwa regulasi seharusnya tidak seberat memberikan pembatasan pada jumlah episode, melainkan lebih kepada mengawasi kualitas dan kepatuhan terhadap standar etika dan kesopanan. Baginya, pasar dan permintaan masyarakat akan menjadi penentu utama keberhasilan suatu program.

Namun, pandangan Dadang tersebut tidak selalu sejalan dengan pandangan dari pihak legislatif. Abdul Kharis Almasyhari dari Komisi I DPR RI menyoroti perlunya regulasi yang lebih kuat terkait isi siaran. Baginya, revisi UU Penyiaran harus mencerminkan perkembangan teknologi dan kebutuhan akan pengawasan yang lebih ketat terhadap konten-konten yang disiarkan.

Kontroversi ini mencerminkan dinamika antara kebutuhan akan kebebasan berekspresi dan perlunya kontrol terhadap isi siaran. Di tengah perdebatan ini, KPI sebagai lembaga pengawas memiliki peran krusial dalam mempertimbangkan berbagai aspek yang terlibat, mulai dari kepentingan publik hingga dinamika pasar media.

Belum ada Komentar untuk " KPI Tak Perlu Batasi Jumlah Episode Sinetron"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel